Beranda | Artikel
Rahasia Sayyidul Istighfar
Sabtu, 18 September 2021

Rahasia Sayyidul Istighfar

Oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, MA.
(Artikel dari Buku Syarah Kitabul Jami’)

وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ اَلِاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ اَلْعَبْدُ اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْت.َ  أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

“Dari Syaddad Ibnu Aus radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Permohonan ampunan (istighfar) yang paling utama ialah seorang hamba membaca (artinya = Ya Allah Engkaulah Tuhanku tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau yang telah menciptakan diriku aku hamba-Mu aku selalu berada dalam ikatan-Mu dan perjanjian-Mu selama aku mampu aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku perbuat aku mengaku kepada-Mu dengan nikmat yang Engkau berikan kepadaku aku mengaku kepada-Mu dengan dosaku maka ampunilah aku sebab tiada yang akan mengampuni dosa selain Engkau).” ([1])

Sayyid artinya pemimpin atau yang terdepan. Hadits ini menunjukkan bahwa bentuk zikir istighfar itu banyak namun lafal inilah yang terbaik. Di antara lafal istighfar Di antaranya,
Lafal,

أَسْتَغْفِر ُاللهَ

Lafal,

رَبِّ اغْفِرْ لِي

Lafal,

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ اْلغَفُوْرُ، أو التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Tuhanku! Ampunilah aku dan berilah Tobat kepadaku, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima Tobat lagi Maha Pengampun, (atau) Maha Penerima Tobat lagi Maha Pengasih”

Dan lafal-lafal lainnya, maka hendaknya seseorang Perhatian dengan istighfar ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

اسْتِغْفارُ الإِنْسانِ أَهَمُّ مِنْ جَميعِ الأَدْعيَةِ

“Istighfar seseorang lebih baik dari seluruh doa.” ([2])

Perhatikanlah bagaimana Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk beristighfar bagi umatnya. Allah ﷻ berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” ([3])

Demikian pula bagaimana para malaikat ketika mendoakan ampunan untuk kaum mukminin. Allah berfirman,

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman.” ([4])

Ini semua menunjukkan bahwasanya istighfar adalah doa yang agung. Bahkan dalam shalat banyak bacaan yang mengandung istighfar. Di antaranya pada doa istiftah,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun).” ([5])

Di dalam doa tersebut mengandung bentuk istighfar kepada Allah. Demikian pula dalam bacaan rukuk dan sujud,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku.” ([6])

Di dalam doa duduk Di antara dua sujud,

رَبِّ اغْفِرْ لِي

“Ya Allah ampunilah aku.”

Bahkan setelah shalat zikir-zikirnya juga dengan istighfar. Ini semua menunjukkan bahwa istighfar adalah zikir yang sangat agung. Hendaknya setiap muslim memperbanyak mengucapkan istighfar, sebagaimana Nabi juga memperbanyak istighfarnya. Nabi ﷺ juga bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Wahai sekalian manusia. Tobatlah (beristigfar) kepada Allah karena aku selalu bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” ([7])

Di dalam hadits yang lain, Nabi mengatakan tentang keutamaan banyak beristighfar,

طُوبَى لِمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيرًا

“Keberuntungan bagi seseorang yang menjumpai banyak istighfar di lembar catatan amalannya.” ([8])

Di antara lafal istighfar yang sangat layak untuk diamalkan adalah sayyidul istighfar.

خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ

“Engkau yang telah menciptakan diriku aku hamba-Mu”. Kalimat ini adalah kalimat pengakuan dan penghambaan kepada Allah. Sebagian ulama semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah([9]) dan juga dikuatkan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin([10]) mengatakan bahwa lafal وَأَنَا عَبْدُكَ bisa diganti وَأَنَا أَمَتُكَ jika yang mengucapkannya adalah perempuan.

عَلَى عَهْدِكَ

“di atas janji-Mu” yakni janji untuk beramal saleh dan meninggalkan maksiat.

وَوَعْدِكَ

“dan perjanjian-Mu” yakni Allah berjanji akan mengampuni hambanya yang bersalah.

مَا اسْتَطَعْتُ

“selama aku mampu” yakni janji taat tersebut sesuai kemampuan karena terkadang diri tersebut tidak mampu, terkadang dikuasai oleh hawa nafsu, atau terkadang terjerat oleh syubhat.

أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ

“aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku perbuat” yakni berlindung dari akibat dosa tersebut, karena dosa pasti ada akibatnya. Akibat dari dosa minimal akan membuat hati jadi keras, sebagian kebahagiaan dicabut, dan seterusnya. Sehingga sang hamba tersebut mengakui dosanya dan segera berlindung dari dosanya agar tidak menimpa dunia dan agamanya.

أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ

“aku mengaku kepada-Mu dengan nikmat yang Engkau berikan kepadaku.” Nikmat di sini mencakup semua jenis nikmat baik nikmat duniawi maupun nikmat agama berupa ketenteraman, keimanan, semangat beribadah, dan lain-lain.

وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي

“aku mengaku kepada-Mu dengan dosaku”. Al-Khaththabi berkata,

تَقُوْلُ الْعَرَبُ بَاءَ فُلَانٌ بِذَنْبِهِ إِذَا احْتَمَلَهُ كُرْهًا لَا يَسْتَطِيْعُ دَفْعَهُ عَنْ نَفْسِهِ

“Orang Arab jika berkata ba’a fulan bidzanbihi artinya dia memikul dosanya dalam kondisi tidak suka namun dia tidak mampu menolak dosa tersebut.” ([11])

Dia tahu bahwa itu adalah dosa, dia tahu bahwa itu buruk, namun dia tidak mampu meninggalkannya. Tetapi dia mengakuinya, membencinya, dan mengadukannya kepada Allah. Setelah itu dia berdoa,

فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

“maka ampunilah aku sebab tiada yang akan mengampuni dosa selain Engkau.”
Dari keseluruhan lafal sayyidul istighfar ini, yang menjadi doa atau permintaan adalah pada lafal فَاغْفِرْ لِي, sedangkan lafal sebelumnya dan sesudahnya adalah bentuk tawasul agar doanya dikabulkan. Dia bertawasul dengan nama Allah, bertawasul dengan sifat Allah, dan bertawasul dengan kondisinya yang hina dan rendah di hadapan Allah. Inilah keistimewaan doa sayyidul istighfar yang mengumpulkan antara pengagungan Allah dan pengakuan hinanya sang hamba. Sehingga jika digabungkan antara pengagungan dan pengakuan akan menghasilkan doa yang mujarab.

Lantas kapan doa ini dibaca? Jawabannya adalah boleh dibaca kapan saja, saat bersendirian, di dalam sujudnya, dan seterusnya. Namun disunahkan secara khusus untuk dibaca di saat pagi dan petang.

Tawasul dalam Berdoa

Tawasul dalam berdoa adalah sesuatu yang disyariatkan dan bisa membuat doa mudah dikabulkan. Namun tawasul terbagi menjadi dua,

Pertama, tawasul yang disyariatkan/dibolehkan

Di antaranya tawasul dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah, seperti yang ada dalam sayyidul istighfar. Di antaranya bertawasul dengan kondisi hamba, juga sebagaimana dalam sayyidul istighfar atau seperti doa Nabi Zakariya u,

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا، وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا

Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu.” ([12])

Di antara yang disyariatkan adalah tawasul dengan amal saleh. Seperti dalam hadits panjang tentang tiga orang yang terperangkap dalam gua. Dari Abu ‘Abdir Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, katanya, Aku mendengar Rasulullah bersabda,

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ

“Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian berangkat bepergian. Suatu saat mereka terpaksa mereka mampir bermalam di suatu gua kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu dan mereka di dalamnya. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka semua dari batu besar tersebut kecuali jika mereka semua berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amalan baik mereka.”

فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمُ اللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْءٍ يَوْمًا ، فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ

Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, aku mempunyai dua orang tua yang sudah sepuh dan lanjut usia. Dan aku tidak pernah memberi minum susu (di malam hari) kepada siapa pun sebelum memberi minum kepada keduanya. Aku lebih mendahulukan mereka berdua daripada keluarga dan budakku (hartaku). Kemudian pada suatu hari, aku mencari kayu di tempat yang jauh. Ketika aku pulang ternyata mereka berdua telah terlelap tidur. Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka sudah tertidur pulas. Aku pun enggan memberikan minuman tersebut kepada keluarga atau pun budakku. Seterusnya aku menunggu hingga mereka bangun dan ternyata mereka barulah bangun ketika Subuh, dan gelas minuman itu masih terus di tanganku. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman tersebut. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, namun mereka masih belum dapat keluar dari gua.

قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ كَانَتْ لِي بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ، فَجَاءَتْنِي فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِهَا، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ. فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الْوُقُوعِ عَلَيْهَا، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ. فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا

“Nabi bersabda, lantas orang yang lain pun berdoa, “Ya Allah, dahulu ada putri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun memberinya 120 dinar. Namun pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku (alias berzina). Ia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, “Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar (maksudnya: barulah halal dengan nikah, bukan zina).” Aku pun langsung tercengang kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, namun mereka masih belum dapat keluar dari gua.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ، غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ، فَجَاءَنِي بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِي فَقُلْتُ لَهُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ. فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِي. فَقُلْتُ إِنِّي لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ. فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ. فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ

“Nabi bersabda, lantas orang ketiga berdoa, “Ya Allah, aku dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai lantas aku memberikan gaji pada mereka. Namun ada satu yang tertinggal yang tidak aku beri. Malah uangnya aku kembangkan hingga menjadi harta melimpah. Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun berkata padaku, “Wahai hamba Allah, bagaimana dengan upahku yang dulu?” Aku pun berkata padanya bahwa setiap yang ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah dikembangkan), yaitu ada unta, sapi, kambing dan budak. Ia pun berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda padanya. Aku lantas mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan padanya tanpa tersisa sedikit pun. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini”. Lantas gua yang tertutup sebelumnya pun terbuka, mereka keluar dan berjalan. ([13])

Di antara yang disyariatkan juga adalah tawasul dengan doa yang diharapkan dikabulkan doanya. Seperti dalam sebuah hadits, yang menggabungkan antara bentuk tawasul ini dan tawasul terhadap amal saleh. Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي  سَلْ ، فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Aku pernah bermalam bersama Rasulullah , lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Lalu beliau bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu!’ Maka sayapun menjawab, ‘Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga’. Beliau menjawab, ‘Ada lagi selain itu?’. ‘Itu saja cukup ya Rasulullah’, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat)’.” ([14])

Kedua, tawasul yang dilarang

Tawasul yang dilarang ada yang berupa tawasul syirik seperti meminta atau berdoa kepada mayat, ruh-ruh, jin, dan makhluk gaib lainnya. Di antara bentuk tawasul yang dilarang adalah tawasul yang bid’ah seperti bertawasul dengan kedudukan Rasulullah. Para ulama mengatakan bahwa tawasul dengan kedudukan Rasulullah itu bid’ah karena tidak ada hubungannya dengan kita, berbeda dengan tawasul dengan amalan saleh kita sendiri([15]).

Footnote:

____________

([1]) HR. Bukhari, no. 6306

([2]) Jami’ Al-Masail, 6/277

([3]) QS. Muhammad: 19

([4]) QS. Ghafir: 7

([5]) HR. Bukhari no. 744, Muslim no. 598, An-Nasa’i no. 896, lafalnya adalah dari An-Nasa’i

([6]) HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484

([7]) HR. Muslim, no. 2702

([8]) Sahih Al-Jami’, no. 3930

([9]) Al-Fatawa Al-Kubra, 5/344

([10]) Durus Li As-Syaikh Al-‘Utsaimin 9/6

([11]) Ma’alim As-Sunan, 4/154

([12]) QS. Maryam: 4-5.

([13]) HR. Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743

([14]) HR. Muslim, no. 489

([15]) Lihat: Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il Al-‘Utsaimin 2/346


Artikel asli: https://firanda.com/9636-rahasia-sayyidul-istighfar.html